A.
Pengertian Zakat
Kata
zakat (الزكاة) merupakan kata dasar
atau masdar yang berasal dari ( تزكىة يزكى زكى
) yang berarti bertambah (al-ziyadah), tumbuh dan berkembang, bersih dan suci.
menurut istilah, zakat adalah jumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diberikan kepada orang-orang yang wajib menerimanya.
Fiqih merupakan salah satu disiplin
ilmu dalam syariat islam yang membicarakan persoalan-persoalan hukum yang
mengatur berbagai kehidupan manusia secara khusus. Sederhananya, fiqih bisa
didefinisikan sebagai pengetahuan seorang muslim tentang hak dan kewajibannya
sebagai hamba Allah SWT.
Zakat menurut istilah agama islam
artinya “kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak
menerimanya, dengan beberapa syarat.” Sementara itu, ada juga yang berpendapat
bahwa zakat artinya tumbuh, berkembang, bertambah, subur, mensucikan atau
membersihkan. Menurut istilah, zakat adalah mengeluarkan atau memberikan
sebagian harta benda yang sudah mencapai nishab kepada orang-orang yang berhak
menerimanya (mustahiq al-zakah) dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan hukumnya zakat adalah
slah satu rukun islam yang ke lima, fardu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup
syarat-syaratnya.
Seperti yang telah dijelaskan dalam
firman-Nya :
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal sholeh, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 277)
B.
Dasar Hukum Zakat
Harta adalah
karunia Allah SWT kepada manusia, bukan materi yang diciptakan atau diupayakan
sendiri oleh manusia dalam mencurahkan karunia berupa harta itu, Allah SWT
menyiratkan ujian kepada manusia untuk mengukur kesetiaan dan kepatuhan mereka
kepada tatanan-Nya.Ada yang diberi melimpah, ada yang diberi sedikit
saja.Kepada manusia yang melimpah rejekinya, Allah SWT menguji mereka dengan
zakat dan sedekah. Sedangkan kepda manusia yang tak berpunya, Allah SWT menguji
mereka dengan kesabaran dan kepasrahan.
Nabi SAW telah
menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajibserta telah menjelaskan kedudukannya
dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam yang utama,
dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak
melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara.
Zakat itu dianjurkan. Dibalik perintah
zakat mengandung banyak keutamaan.Allah SWT.Berfirman, “ Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah.“ (QS:
At-Taubah, 34).Ayat tersebut mengandung makna bahwa jika harta kekayaan itu
tidak diambil untuk keperluan zakat (tidak dikeluarkan zakatnya), maka celakalah
orang tersebut.Sebab zakat merupakan sendi bangunan Islam dan merupakan salah
satu rukunnya.Seseorang mengaku Islam tetapi tidak menunaikan zakat, maka ia
bisa dikatakan tidak memenuhi kesempurnaan rukun-rukunnya.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Dzar
melihat Nabi SAW sedang duduk dibawah bayang-bayang Ka’bah.Ketika itu nabi
bersabda, “Yang terbanyak adalah orang-orang yang paling rugi, Demi Tuhan
Ka’bah.” Lalu Abu Dzar berkata, “Siapakah yang kau maksudkan itu, Ya Rasul ?”
Rasulullah SAW menjawab, “yaitu mereka yang banyak hartanya, Kecuali siapa yang
melakukan begini dan begini di depannya dan di belakangnya, di samping kanan
dan kirinya dan mereka itu hanyalah sedikit pemilik unta dan sapi serta kambing
yang tidak menunaikan zakatnya, maka hewan-hewan itu kelak di hari kiamat
berupa binatang yang besar dan gemuk lalu menanduknya dan menginjakkan
kuku-kukunya.Bila yang pertama habis, maka yang pertama kembali padanya sampai
orang-orang selesai diputus perkaranya.”
Zakat yang
terbaik adalah zakat yang diberikan secara diam-diam , tanpa banyak publikasi,
sebab kadang ada orang yang fakir, miskin yang merasa malu dan tidak menyukai
publikasi. Lagi pula penyerahan diam-diam dapat menghindarkan diri dari sifat
riya’ atau pamer. Pemberian zakat tanpa publikasi ada dua keuntungan yang dapat
diraih, pertama berhasil menolong meringankan beban si fakir miskin, dan kedua
menjaga harga diri si miskin didepan khalayak.
Zakat menurut istilah agama Islam artinya
“Kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan beberapa syarat.”Hukumnya: Zakat adalah salah satu rukun Islam yang
ketiga, fardu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya.Zakat mulai
diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah. Firman Allah SWT :
.
. . .وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ.
. . .
Artinya : “Dirikanlah salat dan
bayarkanlah zakat hartamu.” (QS: An-nisa:77)
Firman-Nya pula :
.
. . خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya : “Ambillah dari harta
mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan
mereka.” (QS: At-Taubah:103)
Firman-Nya pula :
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا
الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا
هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala disisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah : 277)
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya : “ Islam itu ditegaskan
diatas lima dasar:(1) Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak kecuali Allah,
dan bahwasanya Nabi Muhammad itu utusan Allah,(2) Mendirikan salat lima
waktu,(3) Berpuasa dalam bulan Ramadhan, (4) Membayar zakat, (5) mengerjakan
ibadah haji ke Baitullah.” (sepakat ahli hadist)
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَامِنْ صَاحِبِ
كَنْزٍ لاَيُؤَدِّى زَكَاتَهُ اِلاَّ اُحْمِيَ عَلَيْهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ
فَيُجْهَلُ صَفَائِحُ فَتُكْوَى بِهَا جَنْبَاهُ وَجَبْهَتُهُ. ( رواه احمد و مسلم
Artinya: “Dari Abu Hurairah, “
Rasulullah SAW telah berkata, “seseorag yang menyimpan hartanya, tidak di
keluarkan zakatnya, akan dibakar dalam neraka jahannam, baginya di buatkan
setrika dari api, kemudian di setrikakan ke lambung dan dahinya......., dan
seterusnya.’(Hadist ini panjang). “(Riwayat Ahmad dan Muslim)
C.
Tujuan Zakat
Yusuf al-Qardawi membagi tiga tujuan
zakat, yaitu; dari pihak Wajib zakat (Muzakki), pihak Penerima zakat (Ashnaf
delapan) dan dari kepentingan masyarakat (sosial). Tujuan zakat dari pihak muzakki antara lain, untuk menyucikan diri dari sifat
bakhil, rakus, egoistis, dan sejenisnya; melatih jiwa untuk bersikap terpuji
seperti bersyukur atas nikmat Allah, mengobati batin dari sikap berlebihan
mencintai harta sehingga dapat diperbudak oleh harta itu sendiri, menumbuhkan
sikap kasih sayang kepada sesama, membersihkan nilai harta itu sendiri dari
unsur noda dan cacat, dan melatih agar menjadi pemurah dan berakhlak seperti
akhlak Tuhan yang Maha Pemurah, serta menumbuh-kembangkan harta itu sehingga
memberi keberkatan bagi pemiliknya.
Sedangkan bagi penerima zakat, antara
lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, terutama kebutuhan primer sehari-hari, dan
tersucikannya hati mereka dari rasa dengki dan kebencian yang sering
menyelimuti hati mereka ketika melihat orang kaya yang bakhil. Selanjudnya akan
muncul didalam jiwa mereka rasa simpatik, hormat, serta rasa tanggungjawab
untuk ikut mengamankan dan mendoakan keselamatan dan pengembangan harta
orang-orang kaya yang pemurah.
Adapun tujuan zakat dilihat dari
kepentingan kehidupan sosial, antara lain bahwa zakat bernilai ekonomik,
merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakkan agama Allah (Jihad
fi Sabilillah), dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya.
Lebih luas lagi Wahbah menguraikan
tujuan zakat bagikepentingan masyarakat, sebagai berikut:
a.
Menggalang
jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas sosial dikalangan masyarakat
islam.
b.
Merapatkan
dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
c.
Menanggulangi
pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana seperti bencana alam dan
sebagainya.
d.
Menutup
biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan berbagai
bentuk kekacauan dalam masyarakat.
e.
Menyediakan
suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan biaya hidup bagi para
gelandangan, para penganggur dan para tuna sosial lainnya, termasuk dana
untukmembantu orang-orang yang hendak menikah tetapi tidak memiliki dana untuk
itu.
Al-Tayyar menambahkan, bahwa tujuan dan
hikmah zakat selain sebagai ibadah, ia juga bertujuan untuk menghapuskan
berbagai dosa dan kesalahan, menolak bala bencana, serta mendorong meningkatkan
semangat dan produktivitas kerja, sehingga pada gilirannya mampu menghilangkan
sikap dan status seseorang dari kemiskinan dan tangan dibawah (yad al-sufla).
Mahmud Syaltout mengemukakan, bahwa
agama Islam dibangun di atas landasan akhidah dan syari’ah yang tercermin pada
rukun Islam yang lima. Kelima rukun islam itu mempunyai hubungan yang terkait
antara satu dengan yang lainnya, yang terfokus pada dua hubungan, yaitu secara
vertikal dengan Allah, dan secara horizontal dengan sesama manusia. Kedua
hubungan tersebut dilambangkan dengan ibadah sholat dan zakat. Khusus mengenai
hubungan sholat dengan zakat, bahwa sholat adalah tiang agama yang jika
dilalaikan berarti merubuhkan tiang agama ittu. Sedangkan zakat merupakan tiang
masyarakat, yang apabila tidak ditunaikan dapat meruntukan sendi-sendi sosial
ekonomi masyarakat, karena secara tidak langsung penahanan (tidak menunaikan) zakat
dari orang-orang kaya itu merupakan perekayasaan kemiskinan secara stuktural.
Jadi secara garis besar fungsi zakat
yaitu pertama sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materealistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Allah
berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖوَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi
untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah
kehidupan yang lebih baik dah lebih sejahtera, sehinggamereka dapat memenuhi
kebutuhannya dengan layak, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus
menghilangkan sifat iri,dengki dan hasad yangmungkin timbul dikalangan mereka,
ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai ancaman bagi orang-orang yang bakhil dan
tidak mau berzakat yaitu surat an-Nisa’ayat 37 :
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ
بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
(Yaitu)orang-orang yang bakhil dan menyuruh
manusia untuk bakhil, dan mereka mnyembunyikan karunia yang telah Allah berikan
kepada mereka. Dan Kami sudah mnyediakan adzab yang pedih untuk orang-orang
kafir.
Ketiga,
sebagai pilar amal bersama antara orang-orang kaya
yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia
tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi
kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 273 :
لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي
الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ
بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di
jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
Oleh karena itu zakat harus
dikeluarkan secara ikhlas serta merta mengharapkan ridha Allah , karena segala
sesuatu termasuk jiwa dan raga manusia itu sendiri milik Tuhan. Zakat yang
mempunyai dimensi sosial disamping dimensi sakral, bila tidak ditunaikan akan
menimbulkan dampak negatif berupa kerawanan sosial, seperti banyaknya pengangguran
dan masalah-masalah sosial.
D.
Asas Pelaksanaan Zakat
Pelaksanaan zakat
didasarkan pada firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 60 :
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ibadah zakat
terdiri dari dua konsep, yaitu konsep teoritik dan operasional. Pada konsep
operasionalsecara umum telah digariskan dalam al-Qur’an antara lain termaktub
dalam surat at-Taubah ayat 103.
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.
Demikian pula petunjuk yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW
kepada muaz Ibn Jabal ketika ia dikirim ke Yaman :
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ إِسْحَقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَإِيَّاكَ وَدَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ حِجَابٌ
Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum ahli kitab, maka ajaklah mereka untuk
bersaksi bahwa tak ada tuhan yg berhak disembah kecuali Allah, & Muhammad
adl Rasulullah. Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu maka kabarkanlah
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam setiap
sehari semalam. Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu maka kabarkanlah
kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta mereka yg diambil
dari orang-orang kaya mereka & diberikan kepada orang-orang fakir mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka jauhilah harta berharga
mereka & berhati-hatilah engkau terhadap
doa orang yg terzhalimi, sesungguhnya tak ada penghalang baginya dari
Allah.
Untuk mengetahui bagaimana model
operasionalisasi dan penerapan zakat pada masa klasik islam, secara garis besar
dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Zakat pada masa Rasulullah SAW
Syari’at zakat baru diterapkan
secara efektif pada tahun kedua hijriyah. Ketika itu Nabi Muhammad SAW telah
mengemban dua fungsi, yaitu sebagai Rasulullah dan pemimpin umat. Zakat juga
mempunyai dua fungsi, yaitu ibadah bagi muzakki dan sumber utama pendapatan
negara. Dalam pengelolaan zakat Nabi sendiri turun tangan memberikan contoh dan
petunjuk operasionalnya.
Tentang prosedur pengumpulan dan
pendistribusiannya, untukdi daerah luar kota Madinah, Nabi mengutus petugas
untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Di antara petugas itu adalah Muaz Ibn
Jabal untuk memungut dan mendistribusikan zakat dari dan penduduk Yaman. Para
petugas yang ditunjuk Nabi itu dibekali dengan petunjuk-petunjuk teknis
operasional dan bimbingan serta peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam
pelaksanaan dan pengelolaan zakat benar-benar dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya. Nabi beserta keluarganya tidak dibenarkan oleh syara’
sebagaipenerima zakat.
2.
Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/ 632-634 M)
Khalifah Abu Bakar melanjutkan tugas
Nabi, terutama tugas-tugas pemerintahan (khilafah) khususnya dalam
mengembangkan ajaran agama Islam, termasuk menegakkan syariat zakat yang telah
ditetapkan sebagai sendi (rukun) Islam yang penting dan strategis. Khalifah Abu
Bakar memendang masalah ini sangat serius, karena fungsi zakat sebagai pajak
dan sumber utama pendapatan negara. Pada masa Nabi SAW masih hidup zakat
berjalan dengan baik dan lancar, sehingga tugas-tugas Nabi, baik sebagai Rasul
maupun sebagai pemimpin negara dan masyarakat dapat berjalan lancar karena dukungan
keuangan dari berbagai sumber pendapatan terutama dari sektor zakat.
Khalifah Abu Bakar dalam menjalakan
tugas penanganan zakat ini selalu berpedoman pada kebijaksanaan yang telah
dilakukan oleh Nabi SAW. “Aku (Rasulullah) diperintahkan memerangi suatu
golongan manusia, sampai mereka mengucap dua kalimat syahadat, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat...”. hadis ini merupakan landasan teoritik dan
operasional yang dijelaskan oleh Nabi SAW meskipun Nabi sendiri semasa hidupnya
tidak pernah melakukan tindakan tegas memerangi orang yang tidak mau membayar
zakat, karena tidak menemukan tantangan seperti yang disebutkan dalam
hadits,khususnya orang islam yang menentang kewajiban zakat, tetapi pada khalifah
Abu Bakar timbul suatu gerakan yang tidak mau membayarkan zakatnya kepada
khalifah. Maka Khalifah Abu Bakar, berdasarkan hadits tersebut, mengambil
kebijaksanaan bahwa golongan yang tidak mau lagi membayar zakat ini dihukum
telah murtad, maka mereka boleh diperangi.
Sehubungan dengan kasus inilah
Khalifah Abu Bakar mengeluarkan ultimatumnya “Akan aku perangi orang yang
menolak mengeluarkan zakanya walaupun berupa seekor anak kambing yang di masa
Rasulullah mereka tunaikan.” Dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat,
Khalifah Abu Bakar langsung turun tangan dan mengangkat beberapa petugas (amil
zakat) di seluruh kekuasaan islam waktu itu, sehingga pemungutan dan penyaluran
harta zakat berjalan dengan baik.
3.
Zakat pada masa khalifah Umar Ibn Kattab (13-25 H/ 634-644 M)
Pemungutan dan pengelolaan zakat dalam masa khalifah Umar Ibn
Kattab ini makin diintensifkan sehingga penerimaan harta zakat makin meningkat,
karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan pertambahan dan
perkembangan umatislam diberbagai wilayah yang ditaklukkan. Perhatian Khalifah
Umar terhadap pelaksanaan zakat sangat besar.untuk itu ia selalu mengontrol
para petugas amil zakat dan mengawasi keamanan gudang penyimpanan harta zakat, ia
juga tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan menindak tegas petugas yang
lalai atau menyalah gunakan harta zakat. Meskipun penerimaan harta zakat
melimpah-ruah, karena semakin luasnya namun kehidupan ekonomi Khalifah tetap
sederhana seperti sebelum ia menjabat sebagai Khalifah.
4.
Zakat pada masa Khalifah Usman Ibn Affan (24-36 H/644-656 M)
Dalam periode ini, penerimaan zakat
makin meningkat lagi, sehingga gudang Baitulmal penuh dengan harta
zakat. Untuk itu Khalifah sekali-sekali, memberi wewenang kepada para wajib
zakat untuk atas nama Khalifah menyerahkan sendiri zakatnya langsung kepada
yang berhak. Sebgagaimana khalifah sebelumnya yang mempunyai perhatian besar
terhadap pelaksanaan zakat, ia juga demikian, bahkan harta dia sendiri tidak
sedikit dikeluarkan untuk memperbesar penerimaan demi kepentingan negara. Dia dikenal
sebagai orang yang dermawan, dan memiliki kekayaan pribadi yang banyak sebelum
menjabat sebagai Khalifah.
Bagi Khalifah Usman, urusan zakat
ini demikian penting; untuk itu dia mengangkat pejabat yang khusus menanganinya
yaitu Zaid Ibn Tsabit, sekaligus mengangkatnya mengurus lembaga keuangan negara
(Baitulmal). Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian zakat makin
lancar dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera dibagi bagikan kepada
yang berhak menerimanya, sehingga hampir tidak ada sisa harta zakat yang
tersimpandalam baitulmal. Memang pernah suatu ketika Khalifah mengadakan
inspeksi mendadak memeriksa baitulmal. Ketika itu ditemukan saldo kas sebanyak
seribu dirham, yaitu sisa setelah dilakukan pembagian kepada seluruh ashnaf
yang berhak. Khalifah, memerintahkan Zaid untuk menyalurkan sisa lebih ini ke
lembaga-lembaga sosial yang memberi manfaat bagi kemaslahatan
umat,termasukuntuk biaya pembangunan dan ta’mir masjid Rasulullah.
5.
Zakat pada masa Ali Ibn Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali Ibn Abi Thalib dibai’at menjadi
khalifah setelah lima hari terbunuhnya khalifah Usman Ibn Affan. Sejak awal
pemerintahannya, ia menghadapi persoalan yang sangat kompleks, yaitu masalah
politik dan perpecahan dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan
atas diri khalifah Usman. Meski dalam politik yang goncang itu, Ali Ibn Abi
Thalib tetap mencurahkan perhatian yang besar mengenai persoalan zakat yang
merupakan urat nadi kehidupan pemerintahan dan agama; bahkan suatu ketika ia
sendiri yang turun tangan langsung mendistribusikan zakat kepada orang-orang
yang berhak menerimanya.
Dalam penerapan dan pelaksanaan
zakat, Ali Ibn Abi Thalib selalu mengikuti kebijakan khalifah-khalifah
pendahulunya. Harta zakat yang sudah terkumpul ia perintahkan kepada petugas
supaya segera membagi-bagikannya kepada mereka yang berhak yang sangat
membutuhkannya, dan jangan sampai ada penumpukan zakat di baitulmal.
Asmawi, Filsafat Hukum Islam, Yokyakarta:
Sukses Offset, 2009
Departemen Agama Republik Indonesia,
Alquran dan Terjemahan, Bandung:
J-Art, 2004
Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern,
Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Iqbal, Mohammad, Fiqh Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik
Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Qodir, Abdurrachman, Zakat dalam
Dimensi Mahdah dan Sosial, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001
Qordawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka
Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2011
0 komentar:
Post a Comment