Friday, January 16, 2015

Zakat - Pengertian, Dasar Hukum, Praktik Zakat

A.    Pengertian  Zakat
            Kata zakat (الزكاة) merupakan kata dasar atau masdar yang berasal dari ( تزكىة  يزكى  زكى ) yang berarti bertambah (al-ziyadah), tumbuh dan berkembang, bersih dan suci. menurut istilah, zakat adalah jumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diberikan kepada orang-orang yang wajib menerimanya.
Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu dalam syariat islam yang membicarakan persoalan-persoalan hukum yang mengatur berbagai kehidupan manusia secara khusus. Sederhananya, fiqih bisa didefinisikan sebagai pengetahuan seorang muslim tentang hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT.
Zakat menurut istilah agama islam artinya “kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.” Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa zakat artinya tumbuh, berkembang, bertambah, subur, mensucikan atau membersihkan. Menurut istilah, zakat adalah mengeluarkan atau memberikan sebagian harta benda yang sudah mencapai nishab kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq al-zakah) dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan hukumnya zakat adalah slah satu rukun islam yang ke lima, fardu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya.
Seperti yang telah dijelaskan dalam firman-Nya :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal sholeh, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 277)
B.     Dasar Hukum Zakat
Harta adalah karunia Allah SWT kepada manusia, bukan materi yang diciptakan atau diupayakan sendiri oleh manusia dalam mencurahkan karunia berupa harta itu, Allah SWT menyiratkan ujian kepada manusia untuk mengukur kesetiaan dan kepatuhan mereka kepada tatanan-Nya.Ada yang diberi melimpah, ada yang diberi sedikit saja.Kepada manusia yang melimpah rejekinya, Allah SWT menguji mereka dengan zakat dan sedekah. Sedangkan kepda manusia yang tak berpunya, Allah SWT menguji mereka dengan kesabaran dan kepasrahan.
Nabi SAW telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajibserta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam yang utama, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara.
       Zakat itu dianjurkan. Dibalik perintah zakat mengandung banyak keutamaan.Allah SWT.Berfirman, “ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah.“ (QS: At-Taubah, 34).Ayat tersebut mengandung makna bahwa jika harta kekayaan itu tidak diambil untuk keperluan zakat (tidak dikeluarkan zakatnya), maka celakalah orang tersebut.Sebab zakat merupakan sendi bangunan Islam dan merupakan salah satu rukunnya.Seseorang mengaku Islam tetapi tidak menunaikan zakat, maka ia bisa dikatakan tidak memenuhi kesempurnaan rukun-rukunnya.
       Diriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Dzar melihat Nabi SAW sedang duduk dibawah bayang-bayang Ka’bah.Ketika itu nabi bersabda, “Yang terbanyak adalah orang-orang yang paling rugi, Demi Tuhan Ka’bah.” Lalu Abu Dzar berkata, “Siapakah yang kau maksudkan itu, Ya Rasul ?” Rasulullah SAW menjawab, “yaitu mereka yang banyak hartanya, Kecuali siapa yang melakukan begini dan begini di depannya dan di belakangnya, di samping kanan dan kirinya dan mereka itu hanyalah sedikit pemilik unta dan sapi serta kambing yang tidak menunaikan zakatnya, maka hewan-hewan itu kelak di hari kiamat berupa binatang yang besar dan gemuk lalu menanduknya dan menginjakkan kuku-kukunya.Bila yang pertama habis, maka yang pertama kembali padanya sampai orang-orang selesai diputus perkaranya.”
Zakat yang terbaik adalah zakat yang diberikan secara diam-diam , tanpa banyak publikasi, sebab kadang ada orang yang fakir, miskin yang merasa malu dan tidak menyukai publikasi. Lagi pula penyerahan diam-diam dapat menghindarkan diri dari sifat riya’ atau pamer. Pemberian zakat tanpa publikasi ada dua keuntungan yang dapat diraih, pertama berhasil menolong meringankan beban si fakir miskin, dan kedua menjaga harga diri si miskin didepan khalayak.
              Zakat menurut istilah agama Islam artinya “Kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.”Hukumnya: Zakat adalah salah satu rukun Islam yang ketiga, fardu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya.Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah. Firman Allah SWT :
. . . .وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ. . . .
Artinya : “Dirikanlah salat dan bayarkanlah zakat hartamu.” (QS: An-nisa:77)
Firman-Nya pula :
. . . خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya : “Ambillah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan mereka.” (QS: At-Taubah:103)
Firman-Nya pula :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah : 277)
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya : “ Islam itu ditegaskan diatas lima dasar:(1) Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak kecuali Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad itu utusan Allah,(2) Mendirikan salat lima waktu,(3) Berpuasa dalam bulan Ramadhan, (4) Membayar zakat, (5) mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.” (sepakat ahli hadist)
Sabda Rasulullah SAW :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَامِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لاَيُؤَدِّى زَكَاتَهُ اِلاَّ اُحْمِيَ عَلَيْهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُجْهَلُ صَفَائِحُ فَتُكْوَى بِهَا جَنْبَاهُ وَجَبْهَتُهُ. ( رواه احمد و مسلم
Artinya: “Dari Abu Hurairah, “ Rasulullah SAW telah berkata, “seseorag yang menyimpan hartanya, tidak di keluarkan zakatnya, akan dibakar dalam neraka jahannam, baginya di buatkan setrika dari api, kemudian di setrikakan ke lambung dan dahinya......., dan seterusnya.’(Hadist ini panjang). “(Riwayat Ahmad dan Muslim)

C.    Tujuan Zakat
Yusuf al-Qardawi membagi tiga tujuan zakat, yaitu; dari pihak Wajib zakat (Muzakki), pihak Penerima zakat (Ashnaf delapan) dan dari kepentingan masyarakat (sosial). Tujuan zakat dari pihak muzakki antara lain, untuk menyucikan diri dari sifat bakhil, rakus, egoistis, dan sejenisnya; melatih jiwa untuk bersikap terpuji seperti bersyukur atas nikmat Allah, mengobati batin dari sikap berlebihan mencintai harta sehingga dapat diperbudak oleh harta itu sendiri, menumbuhkan sikap kasih sayang kepada sesama, membersihkan nilai harta itu sendiri dari unsur noda dan cacat, dan melatih agar menjadi pemurah dan berakhlak seperti akhlak Tuhan yang Maha Pemurah, serta menumbuh-kembangkan harta itu sehingga memberi keberkatan bagi pemiliknya.
Sedangkan bagi penerima zakat, antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, terutama kebutuhan primer sehari-hari, dan tersucikannya hati mereka dari rasa dengki dan kebencian yang sering menyelimuti hati mereka ketika melihat orang kaya yang bakhil. Selanjudnya akan muncul didalam jiwa mereka rasa simpatik, hormat, serta rasa tanggungjawab untuk ikut mengamankan dan mendoakan keselamatan dan pengembangan harta orang-orang kaya yang pemurah.
Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial, antara lain bahwa zakat bernilai ekonomik, merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakkan agama Allah (Jihad fi Sabilillah), dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.
Lebih luas lagi Wahbah menguraikan tujuan zakat bagikepentingan masyarakat, sebagai berikut:
a.       Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas sosial dikalangan masyarakat islam.
b.      Merapatkan dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
c.       Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana seperti bencana alam dan sebagainya.
d.      Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekacauan dalam masyarakat.
e.       Menyediakan suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan biaya hidup bagi para gelandangan, para penganggur dan para tuna sosial lainnya, termasuk dana untukmembantu orang-orang yang hendak menikah tetapi tidak memiliki dana untuk itu.

Al-Tayyar menambahkan, bahwa tujuan dan hikmah zakat selain sebagai ibadah, ia juga bertujuan untuk menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan, menolak bala bencana, serta mendorong meningkatkan semangat dan produktivitas kerja, sehingga pada gilirannya mampu menghilangkan sikap dan status seseorang dari kemiskinan dan tangan dibawah (yad al-sufla).
Mahmud Syaltout mengemukakan, bahwa agama Islam dibangun di atas landasan akhidah dan syari’ah yang tercermin pada rukun Islam yang lima. Kelima rukun islam itu mempunyai hubungan yang terkait antara satu dengan yang lainnya, yang terfokus pada dua hubungan, yaitu secara vertikal dengan Allah, dan secara horizontal dengan sesama manusia. Kedua hubungan tersebut dilambangkan dengan ibadah sholat dan zakat. Khusus mengenai hubungan sholat dengan zakat, bahwa sholat adalah tiang agama yang jika dilalaikan berarti merubuhkan tiang agama ittu. Sedangkan zakat merupakan tiang masyarakat, yang apabila tidak ditunaikan dapat meruntukan sendi-sendi sosial ekonomi masyarakat, karena secara tidak langsung penahanan (tidak menunaikan) zakat dari orang-orang kaya itu merupakan perekayasaan kemiskinan secara stuktural.
Jadi secara garis besar fungsi zakat yaitu pertama sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materealistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖوَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
            Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dah lebih sejahtera, sehinggamereka dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri,dengki dan hasad yangmungkin timbul dikalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai ancaman bagi orang-orang yang bakhil dan tidak mau berzakat yaitu surat an-Nisa’ayat 37 :
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
(Yaitu)orang-orang yang bakhil dan menyuruh manusia untuk bakhil, dan mereka mnyembunyikan karunia yang telah Allah berikan kepada mereka. Dan Kami sudah mnyediakan adzab yang pedih untuk orang-orang kafir.
            Ketiga, sebagai pilar amal bersama antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 273 :
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
Oleh karena itu zakat harus dikeluarkan secara ikhlas serta merta mengharapkan ridha Allah , karena segala sesuatu termasuk jiwa dan raga manusia itu sendiri milik Tuhan. Zakat yang mempunyai dimensi sosial disamping dimensi sakral, bila tidak ditunaikan akan menimbulkan dampak negatif berupa kerawanan sosial, seperti banyaknya pengangguran dan masalah-masalah sosial.

D.    Asas Pelaksanaan Zakat
            Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 60 :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
            Ibadah zakat terdiri dari dua konsep, yaitu konsep teoritik dan operasional. Pada konsep operasionalsecara umum telah digariskan dalam al-Qur’an antara lain termaktub dalam surat at-Taubah ayat 103.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Demikian pula petunjuk yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada muaz Ibn Jabal ketika ia dikirim ke Yaman :

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ إِسْحَقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ فِي ذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَإِيَّاكَ وَدَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ حِجَابٌ
Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum ahli kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tak ada tuhan yg berhak disembah kecuali Allah, & Muhammad adl Rasulullah. Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu maka kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam setiap sehari semalam. Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu maka kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta mereka yg diambil dari orang-orang kaya mereka & diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka jauhilah harta berharga mereka & berhati-hatilah engkau terhadap doa orang yg terzhalimi, sesungguhnya tak ada penghalang baginya dari Allah. 
Untuk mengetahui bagaimana model operasionalisasi dan penerapan zakat pada masa klasik islam, secara garis besar dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Zakat pada masa Rasulullah SAW
Syari’at zakat baru diterapkan secara efektif pada tahun kedua hijriyah. Ketika itu Nabi Muhammad SAW telah mengemban dua fungsi, yaitu sebagai Rasulullah dan pemimpin umat. Zakat juga mempunyai dua fungsi, yaitu ibadah bagi muzakki dan sumber utama pendapatan negara. Dalam pengelolaan zakat Nabi sendiri turun tangan memberikan contoh dan petunjuk operasionalnya.
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, untukdi daerah luar kota Madinah, Nabi mengutus petugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Di antara petugas itu adalah Muaz Ibn Jabal untuk memungut dan mendistribusikan zakat dari dan penduduk Yaman. Para petugas yang ditunjuk Nabi itu dibekali dengan petunjuk-petunjuk teknis operasional dan bimbingan serta peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat benar-benar dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Nabi beserta keluarganya tidak dibenarkan oleh syara’ sebagaipenerima zakat.
2.      Zakat pada masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/ 632-634 M)
Khalifah Abu Bakar melanjutkan tugas Nabi, terutama tugas-tugas pemerintahan (khilafah) khususnya dalam mengembangkan ajaran agama Islam, termasuk menegakkan syariat zakat yang telah ditetapkan sebagai sendi (rukun) Islam yang penting dan strategis. Khalifah Abu Bakar memendang masalah ini sangat serius, karena fungsi zakat sebagai pajak dan sumber utama pendapatan negara. Pada masa Nabi SAW masih hidup zakat berjalan dengan baik dan lancar, sehingga tugas-tugas Nabi, baik sebagai Rasul maupun sebagai pemimpin negara dan masyarakat dapat berjalan lancar karena dukungan keuangan dari berbagai sumber pendapatan terutama dari sektor zakat.
Khalifah Abu Bakar dalam menjalakan tugas penanganan zakat ini selalu berpedoman pada kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh Nabi SAW. “Aku (Rasulullah) diperintahkan memerangi suatu golongan manusia, sampai mereka mengucap dua kalimat syahadat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat...”. hadis ini merupakan landasan teoritik dan operasional yang dijelaskan oleh Nabi SAW meskipun Nabi sendiri semasa hidupnya tidak pernah melakukan tindakan tegas memerangi orang yang tidak mau membayar zakat, karena tidak menemukan tantangan seperti yang disebutkan dalam hadits,khususnya orang islam yang menentang kewajiban zakat, tetapi pada khalifah Abu Bakar timbul suatu gerakan yang tidak mau membayarkan zakatnya kepada khalifah. Maka Khalifah Abu Bakar, berdasarkan hadits tersebut, mengambil kebijaksanaan bahwa golongan yang tidak mau lagi membayar zakat ini dihukum telah murtad, maka mereka boleh diperangi.
Sehubungan dengan kasus inilah Khalifah Abu Bakar mengeluarkan ultimatumnya “Akan aku perangi orang yang menolak mengeluarkan zakanya walaupun berupa seekor anak kambing yang di masa Rasulullah mereka tunaikan.” Dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat, Khalifah Abu Bakar langsung turun tangan dan mengangkat beberapa petugas (amil zakat) di seluruh kekuasaan islam waktu itu, sehingga pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan dengan baik.
3.      Zakat pada masa khalifah Umar Ibn Kattab (13-25 H/ 634-644 M)
Pemungutan dan pengelolaan zakat dalam masa khalifah Umar Ibn Kattab ini makin diintensifkan sehingga penerimaan harta zakat makin meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan pertambahan dan perkembangan umatislam diberbagai wilayah yang ditaklukkan. Perhatian Khalifah Umar terhadap pelaksanaan zakat sangat besar.untuk itu ia selalu mengontrol para petugas amil zakat dan mengawasi keamanan gudang penyimpanan harta zakat, ia juga tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan menindak tegas petugas yang lalai atau menyalah gunakan harta zakat. Meskipun penerimaan harta zakat melimpah-ruah, karena semakin luasnya namun kehidupan ekonomi Khalifah tetap sederhana seperti sebelum ia menjabat sebagai Khalifah.
4.      Zakat pada masa Khalifah Usman Ibn Affan (24-36 H/644-656 M)
Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi, sehingga gudang Baitulmal penuh dengan harta zakat. Untuk itu Khalifah sekali-sekali, memberi wewenang kepada para wajib zakat untuk atas nama Khalifah menyerahkan sendiri zakatnya langsung kepada yang berhak. Sebgagaimana khalifah sebelumnya yang mempunyai perhatian besar terhadap pelaksanaan zakat, ia juga demikian, bahkan harta dia sendiri tidak sedikit dikeluarkan untuk memperbesar penerimaan demi kepentingan negara. Dia dikenal sebagai orang yang dermawan, dan memiliki kekayaan pribadi yang banyak sebelum menjabat sebagai Khalifah.
Bagi Khalifah Usman, urusan zakat ini demikian penting; untuk itu dia mengangkat pejabat yang khusus menanganinya yaitu Zaid Ibn Tsabit, sekaligus mengangkatnya mengurus lembaga keuangan negara (Baitulmal). Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian zakat makin lancar dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera dibagi bagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga hampir tidak ada sisa harta zakat yang tersimpandalam baitulmal. Memang pernah suatu ketika Khalifah mengadakan inspeksi mendadak memeriksa baitulmal. Ketika itu ditemukan saldo kas sebanyak seribu dirham, yaitu sisa setelah dilakukan pembagian kepada seluruh ashnaf yang berhak. Khalifah, memerintahkan Zaid untuk menyalurkan sisa lebih ini ke lembaga-lembaga sosial yang memberi manfaat bagi kemaslahatan umat,termasukuntuk biaya pembangunan dan ta’mir masjid Rasulullah.
5.      Zakat pada masa Ali Ibn Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali Ibn Abi Thalib dibai’at menjadi khalifah setelah lima hari terbunuhnya khalifah Usman Ibn Affan. Sejak awal pemerintahannya, ia menghadapi persoalan yang sangat kompleks, yaitu masalah politik dan perpecahan dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan atas diri khalifah Usman. Meski dalam politik yang goncang itu, Ali Ibn Abi Thalib tetap mencurahkan perhatian yang besar mengenai persoalan zakat yang merupakan urat nadi kehidupan pemerintahan dan agama; bahkan suatu ketika ia sendiri yang turun tangan langsung mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali Ibn Abi Thalib selalu mengikuti kebijakan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta zakat yang sudah terkumpul ia perintahkan kepada petugas supaya segera membagi-bagikannya kepada mereka yang berhak yang sangat membutuhkannya, dan jangan sampai ada penumpukan zakat di baitulmal.


Asmawi, Filsafat Hukum Islam, Yokyakarta: Sukses Offset, 2009
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahan, Bandung:  J-Art, 2004
Hafidhuddin,  Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Iqbal, Mohammad, Fiqh Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Qodir, Abdurrachman, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001
Qordawi,  Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011



0 komentar:

Post a Comment