Friday, January 16, 2015

Mukhobaroh dan Muzaraah (Sistem Paroan yang Khas Di Indonesia)

MAKALAH
MUKHABAROH DAN MUZARAAH
Dosen Pengampu :
Qomarul Huda M.Ag




Disusun oleh :
Agung Eka Saifudin (2824133003)
Ahmad Ginanjar p. (2824133008)
Amin Saifudin (2824133011)
Febry Bagus Ramadhan (28241330031)
Fefi Kurnia Kansa (2824133032)

KELAS EKONOMI SYARI’AH A
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Tulungagung
Tahun ajaran 2013/201



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tema “mukhabarah dan muzaraah”.
Makalah ini berisikan tentang mukhabarah dan muzaraah. Ketika istilah mukhabarah dan muzaraah banyak diadopsi oleh pihak dalam berbagai bidang kehidupan, orang dengan mudah menganggap bahwa fiqh muamalah merupakan suatu konsep yang sangat sederhana. Akhirnya, orang dengan mudah merangkai  kata fiqh muamalah dengan permasalahan yang harus di pecahkan. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang mukhabarah dan muzaraah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.





                                                                                                       




Tulungagung, 25 April 2014

                                                                                                                                
(Penyusun)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................    3

BAB  1  PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ......................................................................................  4
B.      Rumusan Masalah ................................................................................. 4
BAB  2  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Muzaraah dan Mukhabarah ................................................  5
B.     Rukun dan syarat ..................................................................................  6
C.     Landasan Hukum..................................................................................   7
D.    Diskripsi Daerah yang dilakuan Observasi............................................  11
E.     Aplikasi muzaraah dan mukhobarah.....................................................   12

BAB  3 PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................  13                                           

DAFTAR PUSTAKA ……..................................................................................   14


BAB II

PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Apabila kita perhatikan kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris. Praktik pemberian imbalan atas jasa seseorang yang telah menggarap tanah orang lain masih banyak dilaksanakan pemberian imbalan ada yang cenderung pada praktek muzara’ah dan ada yang cenderung pada praktik mukhabarah. Hal tersebut banyak dilaksanakan oleh para petani yang tidak memiliki lahan pertanian hanya sebagai petani penggarap.
Muzara’ah dan mukhabarah ada Hadits yang melarang seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Bukhari) dan ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Muslim). Berdasarkan pada dua Hadits tersebut mudah – mudahan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan oleh salah satu pihak, baik itu pemilik tanah maupun penggarap tanah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian muzaraah dan mukhabarah?
2.      Apa rukun dan syarat muzaraah dan mukhobarah ?
3.      Apa landasan hukum muzaraah dan mukhabarah?
4.      Bagaimana aplikasi muzaraah dan mukhabarah ( sistem paroan ) dalam masyarakat?


           


BAB II
PEMBAHASAN


A.    MUZARA’AH dan MUKHABARAH
1.      Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara'ah berasal dari kata zara'a yang berarti menyemai, menanam, menaburkan benih. Muzara'ah adalah kerjasama antara orang yang mempunyai tanah yang subur untuk ditanami dengan orang yang mempunyai ternak dan mampu untuk menggarapnya, imbalannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak atau persentase dari hasil panen yang telah ditentukan.  Muzara 'ah seringkali diidentikkan dengan Mukhabarah. Di antara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut :
Muzara’ah       :  benih dari pemilik lahan.
Mukhabarah    :  benih dari penggarap.
a.       Muzra'ah
Suku kata zarab (za-ra-'ain) di dalam Al Qur'an baik sebagai kata kerja maupun kata benda disebutkan 7 kali. yang mempunyai arti tanam-tanaman. Surat yang berkait erat dengan akar kata tersebut adalah surat Al An’aam ayat 141: Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam -macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak sama. Makanlah dan buahnya bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih -lebihan.
Dari Abdullah bin Umar, RA, ia bercerita bahwa Nabi SAW mempekerjakan penduduk Khaibar dengan (upah) seperdua hasil daerah itu yang berupa buah-buahan dan tanam-tanaman. Beliau memberi para isteri beliau seratus wasq. yaitu 80 wasq kurma dan 20 wasq gandum. Kemudian Umar membagi-bagikan tanah Khaibar. Para isteri Nabi disuruh memilih tanah atau hasil. Di antara mereka yang memilih tanah dan adapula yang memilih wasq. Aisyah, RA, memilih tanah (Bukhari dan Muslim).
b.      Mukhabarah
Bentuk lain dari muzara'ah adalah mukbarah. Mukhabarah adalah menyewakan kebun atau ladang dengan pembayaran 1/3 atau 1/4 hasil panennya atau seperberapanya. Dari Thawus, bahwa ia pemah menyuruh orang lain untuk menggarap ladangnya dengan sistem mukhabarah. Kata Amru: Saya katakan kepada Thawus, "Hai ayah Abdurrahman! Sebaiknya kau hindari sistem mukbabarab ini! Karena orang-orang mengatakan bahwa Nabi SAW melarang mukhabarah." Kata Thawus: "Hai Amru ! Saya telah diberitahu orang yang lebih tahu tentang itu (yakni: lbnu Abbas, RA) bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah. Beliau hanya bersabda: "Seseorang mempersilakan saudara muslimnya untuk menggarap tanahnya, tanpa sewa adalah lebih baik daripada dia memungut sewa tertentu. "(Bukhari dan Muslim).
B.     Rukun-rukun Dan Syarat-syarat
Menurut Hanafiah, rukun muzara’ah ialah akad, yaitu ijab dan kabul antara pemilik dan pekerja. Secara rinci rukun muzara’ah menurut Hanafiyah ada empat, yaitu 1) tanah, 2) perbuatan pekerja, 3) modal, 4) alat untuk menanam.
Syarat-syaratnya ialah sebagai berikut.
1.      Syarat yang bertalian dengan ‘aqidain, yaitu harus berakal.
2.      Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam.
3.      Halyang berkaitan dengan perolehan hasil dario tanaman, yaitu; a) bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya (persentasenya ketika akad), b) hasil adalah milik bersama, c) bagian antara amil dal malik adalah dari satu jenis barangyang sama misalnya dari kapas bila malik bagiannya padi kemudian amil bagiannya singkong,makahalini tidak sah, d) bagian keduabelah pihak sudah dapat diketahui, e) tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang ma’lum.
4.      Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami yaitu a) tanah tersebut dapat ditanami, b) tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
5.      Hal yang berkaitan dengan waktu syarat-syaratnya ialah a) waktunya telah ditentukan, b) waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih empat bulan, c) waktu tersebut memungkinkan duabelah pihak hidupmenurut kenbiasaan.
6.      Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara’ah, alat-alat tersebut disyaratkan berupa hewan atau yanglainnya dibebankan kepada pemilik tanah.
Menurut Hanabillah, rukun muzaroah ada satu, yaitu ijab dan kabul boleh dilakukan dengan lafazh apa saja yangmenunjukkan adanya ijab dan kabul dan bahkan muzaroah sah dilafazh kan dengan lafazh ijarah.
C.    Landasan Syariah
a)      AI-Hadils
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzara'ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka Rasulullah pun bersabda, "Hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya. "

491.Qais bin Muslim meriwayatkan dari Abu Ja’far, dia berkata, ‘Tidak ada satu rumah Muhajirin pun di Madinah, kecuali mereka menanam di kebun orang-orang Anshar dengan mendapat- kan sepertiga atau seperempat dari hasilnya.”
492-501.Ali. Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, al-Qasim, Urwah ibnuz-Zubair, keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali, dan keluarga Ibnu Sirin melakukan akad muzara'ah.
502.” Abdurrahman ibnul-Aswad berkata, “Dulu saya berkongsi dengan Abdurrahman bin Yazid dalam bercocok tanam"
503.Umar bersepakat dengan orang-orang. jika bibitnya darinya maka dia men- dapatkan setengah hasilnya. Namun, jika bibitnya dari mereka, maka mereka mendapatkan sekian dari hasilnya
504.“Hasan al-Bashri berkata, "Tidak apa-apa, apabila tanahnya milik salah se orang dari keduanya. lalu keduanya sama-sama mengeluarkan biaya untuk penanamannya. Maka hasilnya dibagi bersama”
505.Az-Zuhri juga berpendapat se- bagaimana Hasan al-Bashri.
506.Hasan al-Bashri berkata, “Tidak apa-apa, memetik kapas dengan mendapatkan setengah hasilnya.”
507-512.” Ibrahim, Ibnu Sirin,


Atha‘ al-Hakam, az-Zuhri, dan Qatadah berkata, ‘Tidak apa-apa memberikan sepertiga atau seperempat dan sejenisnya dari pakaian hasil tenunan kepada tukang tenun.”
513.Ma’mar berkata, "Tidak apa-apa ternak dibagi sepertiga atau seperempat hingga waktu tertentu.”
(Imam Bukhari mengisnadkan dalam bab ini hadits yang difiwayatkan dari lbnu Umar yang akan disebutkan pada Bab Ke-17).



b)      Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkala Abu Jafar. "Tidak ada satu rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara‘ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa'ad bin Abi Waqash. Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.”
c)      Penjelasan
Dalam konteks ini. lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.


D.    DESKRIPSI DAERAH YANG DILAKUKAN OBSERVASI
Desa Sambirobyong merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Subergempol Kabupaten Tulungagung. Menurut data yang kami dapat dari balai desa Sambirobyong, luas desa tersebut 336,865 hektar memiliki lahan pertanian 45 hektar sebagai lahan irigasi dan 15 hektar sebagai lahan teknis, lahan teknis di sini yang dimaksud adalah lahan yang irigasinya berasal langsung sari sungai dan tidak dapat diukur jumlahnya. Batas-batas desa ini untuk utara dan timur berbatasan langsung dengan Sungai Brantas, untuk selatan berbatasan dengan Desa Jabalsari dan barat berbatasan dengan Desa Bukur. Untuk lahan pemukiman menurut petugas yang kami Tanya menurut beliau desa tersebut tidak memiliki lahan pemukiman karena menurut beliau lahan pemukiman disini diartikan sebagai lahan yang disunakan untuk perumahan.
Untuk komposisi penduduk, desa ini memilki jumlah penduduk sebesar 5304 orang yang terdiri dai 2672 orang laki-laki dan 2632 orang perempuan. Untuk jumlah penduduk dari Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak masing-masing berjumlah 363 dan 147 anak. Pekerjaan penduduk desa tersebut antara lain bertani yang berjumlah 670 orang, wiraswasta berjumlah 80 orang, pegawai negeri sipil berjumlah 37 orang, pertukangan berjumla 60 orang dan buruh tani yang berjumlah 500 orang.


E.     MUZARAAH DAN MUKHABARAH DALAM MASYARAKAT
Kami melakukan observasi pada tanggal 25 April 2014 dan menemukan konsep muzaraah dan mukhabarah dalam masyarakat pada salah seorang penduduk desa Sambirobyong yang bernama Bapak Mani dengan alamat ds.Sambirobyong yang memiliki pekerjaan buruh tani dan pertungan sebagai sampingan, tetapi dalam masyarakat biasa menyebutnya dengan sistem”paroan”. Sistem “paroan” ini merupakan sistem muzaraah dan mukhabarah yang khas di Indonesia. Dari beliau, kami mendapatkan beberapa konsep bagi hasil khususnya dalam bidang pertanian. Menurut beliau, jika pemilik lahan tidak kehilangan biaya untuk benih dan benih ditanggung penggarap lahan, maka pemilik lahan mendapatkan sepertiga (1/3) dan penggarap mendapat dua pertiga (2/3) dari hasil sawah setelah panen dan dalam islam lebih dikenal dengan nama mukhabarah. Dan jika pemilik lahan kehilangan biaya untuk membeli benih dan penggarap hanya kehilangan tenaga dan waktu, maka pemilik lahan mendapatkan dua pertiga (2/3) dan penggarap mendapatkan sepertiga (1/3) dari hasil sawah setelah panen dan dalam islam lebih dikenal dengan nama muzaraah. Dan kami menemukan sistem “paroan” yang aplikasi dalam masyarakat pemilik lahan menyumbang lahan dan sebagian biaya untuk benih dan penggarap menyumbang tenaga, waktu dan sebagian biaya untuk benih, maka setelah panen antara pemilik dan penggarap mendapatkan bagian yang sama dari hasil panen yakni 50% - 50%.
Lahan yang dikerjakan beliau 115 ru dan menurut beliau, saat panen jika proses memanen di buruhkan lagi, maka buruh tersebut setiap 11 karung hasil panen, buruh mendapatkan 1 karung gabah. Dan beliau rata-rata mendapat 11 karung gabah dan jika dijual mendapat uang 4.000.000 – 5.000.000. dan sebagian dari hasil tersebut, sebagian beliau gunakan untuk membeli benih dan obat untuk selanjutnya. Beliau melakukan pekerjaan / mulai melakukan sistem ini sudah selama 5 tahun dan selama 5 tahun itu beliau tidak berpindah ke pemilik lahan yang lain / tetap pada satu orang pemilik lahan. Di desa tersebut ada beberapa komoditas tumbuhan yang dijadikan produk yang banyak ditanam di sawah, misalnya jagung yang memiliki usia panen 3 bulan, padi yang memiliki usia panen 4 bulan, dan semangka yang memiliki usia panen 60 hari.  




DAFTAR PUSTAKA

Antonio,Muhammad Syafi’i. Bank Syaria’ah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2007
Nashiruddin, Muhammad. Ringkasan Shohih Bukhori. Jakarta: Gema Insani Press.  2007
Suhendi, Hendi.  Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Press. 2010
Suyanto,Muhammad.  Etika dan Strategi Bisnis Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2008
Dan terimakasih Kepada pihak yang terkait.

0 komentar:

Post a Comment